SUNAN GIRI
1. Asal – Usul Sunan Giri
Pada masa kecilnya Sunan Giri biasa dipanggil dengan Raden Paku, ia juga diberi nama oleh ulama’ pasai dengan nama Syech Maulana Ainul Yaqin.
Beliau
adalah putra Syech Maulana Ishaq yang menikah dengan Dewi Sekardadu,
sang dewi adalah putrid Prabu Blambangan Menak Sembuyu.
Demi Sekardadu meninggal sesaat setelah melahirkan Raden Paku. Dan oleh Prabu Menak Sembuyu bayi itu dibuang di perairan Bali,
yang akhirnya bayi itu ditemukan oleh rombongan pedagang anak buah Nyai
Ageng Pinatih dari gresik. Oleh Nyai Ageng, bayi itu dinamakan Raden
Paku. Ada yang menceritakan dengan nama Joko Samudra.
2. Perkawinan Syech Maulana Ishaq
Alkisah
suatu saat kerajaan Blambangan terkena wabah penyakit yang ganas, boleh
dikatakan, jika orang yang terkena wabah penyakit tersebut pada pagi
hari maka pada sore harinya ia akan meninggal dunia, jika ada yang sakit
sore hari, maka pada pagi harinya ia akan meninggal dunia. Demikian
yang terjadi pada Dewi Sekardadu, Prabu Menak Sembuyu selaku ayahnya dan
sebagai raja sangat sedih melihat kejadian itu, karena itu dipanggillah
semua tabib untuk mengobati Dewi Sekardadu, namun hasilnya hanya
sia-sia belaka.
Akhirnya
sang Prabu memerintah Patih Bajul Sengoro membuka sayembara, yaitu
siapapun yang dapat menyembuhkan penyakit putrid Sekardadu dari kerajaan
Blambangan, maka bila orang itu laki-laki akan dijodohkan dengan sang
putrid dan bila perempuan, maka akan dijadikan saudara. Secepatnya
sayembara menyebar ke pelosok-pelosok negeri, namun tidak ada seorangpun
yang sanggup mengobati sakit sang putrid, hingga suatu hari datanglah
seorang resi bernama Kandabaya menghadap raja untuk memberi tahu bahwa
yang dapat menyembuhkan sakit sang putri sekaligus mengusir wabah
penyakit adalah seorang petapa di Gunung Gresik, namanya Syech Maulana
Ishaq. (dalam riwayat lain bukan di gunung Gresik tapi digunung
Selangu).
Mendengar
penuturan sang Resi, Prau Menak Sembuyu langsung mengutus Patih Baju
Sengoro serta beberapa senopati pilihan ke Gunung Gresik/Selangu. Dan
setelah tiba disana, Syech Maulana Ishaq bertanya: “Apa maksud
kedatangan kalian kemari?”
“Kami
utusan Raja Blambangan, menurut resi yang datang ke tempat kami,
tuanlah yang dapat menyembuhkan penyakit Putri Sekardadu.” Jawab Patih
Bajul Sengoro. “Dan tuan pula yang dapat mengusir wabah penyakit yang
melanda negeri Blambangan. Bila hal itu dapat tuan lakukan, maka Prabu
Menang Sembuyu akan menikahkan tuan dengan sang putrid yang cantik
jelita. Akan tetapi bila gaga, maka tuan akan dihukum mati.”
Untuk
beberapa saat, Syech Maulana Ishaq terdiam, lalu beliau berkata dengan
penuh wibawah “Agama Islam adalah satu-satunya agama yang baik, suka
memberi pertolongan kepada orang yang menderita. Katakanlah kepada
rajamu bahwa aku akan ke Blambangan, ini kulakukan dengan ikhlas tanpa
mengharap imbalan, bukan semata-mata akan dijodohkan dengan Dewi
Sekardadu. Nah cepatlah kalian pulang nanti aku akan menyusul kalian.”
Ketika
Patih Bajul Sengoro dan para prajuritnya tiba di keratin Blambangan,
hatinya sangat terkejut. Suasana di keratin tampak ceria dan setelah
diselidiki ternyata ada pesta perkawinan antara Dewi Sekardadu dengan
Syech Maulana Ishaq.
Melihat
kejadian itu, Bajul Sengoro seakan tidak percaya dengan apa yang
dilihatnya, akhirnya ia masuk ke dalam istana dan bertemu dengan sang
Prabu Menak Sembuyu.
“Kemana saja kau ini Patih?” Tanya sang Prabu.
“Apakah paduka tidak tahu bahwa kami baru datang dari gunung Gresik/Selangu?” Jawab Patih Bajul Sengoro.
“Berapa lamanya kamu berangkat?” Tanya sang Prabu lagi
“Enam
hari paduka, jadi perjalanan kami pulang pergi memakan waktu dua belas
hari”, sahut sang patih. “Paduka prabu apa yang sebenarnya terjadi?”
Tanya Patih Bajul Sengoro.
“Pada
hari keenam sejak kepulanganmu dari Gresik itu Syech Maulana sudah tiba
disini, dia berhasil menyembuhkan Dewi Sekardadu dan sesuai dengan
janjiku maka kukawinkan dengan putriku. Sekarang adalah hari ketujuh
dari pesta perkawinannya.” Ujar sang Prabu.
Demikianlah cerita pertemuan Syech Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu, orang tua sunan giri.
3. Berguru Kepada Sunan Ampel
Sudah
beberapa tahun lamanya Raden Paku di asuh oleh Nyai Ageng Pinatih, lalu
Raden Paku belajar ilmu pada Sunan Ampel di Surabaya dengan pulang
balik setiap hari.
Melihat Raden Paku tiap hari berangkat dari Gresik ke Surabaya,
Sunan Ampel merasa kasihan. Karena itu dia disuruh mondok di Pesantren
Ampel Denta. Raden Paku mengutarakan itu kepada Nyai Ageng Pinatih dan
ibunya pun setujuh, maka sejak itulah Raden Paku tinggal di Pesantren
Ampel Denta.
Di
Ampel Denta Raden Paku dengan putra Sunan Ampel bernama Raden Makdum
Ibrahim. Kemana saja mereka selalu berdua. Selain itu, dengan
santri-santri yang lain Raden Paku bersikap ramah dan sopan santun.
Seperti
biasanya, ketika Sunan Ampel hendak mengambil air wudhu untuk
melaksanakan sholat tahajjud, beliau sempat menengok dimana para santri
itu tidur, saat itu keadaan gelap gulita, tapi dalam keadaan gelap
gulita itu beliau pancaran yang menyilaukan mata, yang datang dari salah
seorang santri, namun Sunan Ampel tidak dapat mengenali santri yang
mengeluarkan cahaya itu, karena keadaan gelap. Dari itu beliau memberi
ikatan pada sarung santri tersebut sebagai tanda.
Keesokan
harinya Sunan Ampel mengumpulkan para santrinya dan bertanya : “Sarung
siapa yang ada ikatan kecilnya?” Tanpa ragu Raden Paku menjawab :
“Sarung saya kanjeng sunan”, dari jawaban itulah maka tahulah sunan
Ampel bahwa Raden Paku bukanlah santri biasa. Karenanya pada suatu hari
Sunan Ampel mengajak Raden Paku kepada Nyai Ageng Pinatih di Gresik.
Berkat karomah yang dimiliki oleh Sunan Ampel, maka dalam sekejap saja
Sunan Ampel bias membawa Raden Paku menghadap Nyai Ageng Pinatih.
Karuan saja Nyai Ageng Pinatih atas kedatangan Sunan Ampel tiba-tiba.
Dalam
pertemuan itu beliau bertanya kepada Nyai Ageng Pinatih tentang
asal-usul Raden Paku. Nyai Ageng pun menjelaskan kejadian yang dialami
Raden Paku.
Mendengar
penjelasan Nyai Ageng Pinatih, Sunan Ampel menduga bahw Raden Paku itu
adalah anak pamannya Syech Maulana Ishaq. Dimana sebelum Syech Maulana
Ishaq pergi ke Pasai beliau mempunyai anak di Negeri Blambangan.
Dugaan Sunan Ampel sangat mantap meski oleh Syech Maulana Ishaq tidak dijelaskan bahwa anaknya itu dibuang ke laut.
4. Gelar Ainul Yaqin
Setelah
beberapa tahun lamanya Raden Paku menekuni ajaran agama di Ampel Denta,
maka pada suatu hari Sunan Ampel memanggil Raden Paku dan putranya
Raden Makdum Ibrahim, beliau menganjurkan keduanya untuk pergi ke
Jazirah Arab ( Mekkah) untuk menambah ilmu sekaligus melaksanakan ibadah
haji dan umroh, beliau juga berpesan agar keduanya bersikap ramah,
santun terhadap sesame apalagi dinegara orang.
Dengan
perasaan gembira keduanya pun segera berbenah mempersiapkan perbekalan
dan mencari sebuah kapal yang bisa membawa mereka, sebelum sampai di
Mekkah, kapal yang mereka tumpangi singgah di Pasai sehingga mereka
berkesempatan mengunjungi salah seorang ulama’ besar di negeri itu yaitu
Syech Maulana Ishaq.
Kepada Syech Maulana Ishaq Raden Paku menjelaskan bahwa ia adalah murid Sunan Ampel, ia juga merupakan anak angkat dari Nyai Ageng Pinatih dari Gresik.
Mendengar
penuturan Raden Paku, Syech Maulana Ishaq langsung merangkul dan
menciumi Raden Paku. Beliau menceritakan kepada Raden Paku bahwa Syech
Maulana Ishaq adalah ayahnya, sedang ibunya adalah Dewi Sekardadu putrid
Raja Blambangan.
Kepada
keduanya Syech Maulana Ishaq menyarankan agar tinggal lebih lama di
Pasai. Kurang lebih tiga tahun lamanya kedua menuntut ilmu di negeri
Pasai. Berkat kecerdasan yang dimiliki Raden Paku, maka dalam usia yang
masih muda ia tampak sebagai seorang alim dan berwibawa sorot matanya
menunjukkan betapa dalam imannya melihat kenyataan ini, semua guru di
Samudra Pasai sepakat memberi gelar “Syech Maulana Ainul Yaqin” pada
Raden Paku.
Setelah
belajar di Pasai, kedua santri itu meneruskan perjalanannya ke Mekkah
untuk menunaikan ibadah Haji sebagai rukun Islam yang kelima. Konon
kabarnya setelah kembali dari Mekkah, Raden Paku ditugaskan Sunan Ampel
bedakwah ke Negeri Blambangan dimana Prabu Menak Sembuyu tidak sampai
hati menghalang-halangi cucunya.
Akhirnya
agama Islam tersebar di Negeri Blambangan, hingga agam Hindu-Budha
terdesak dan menyingkir dari negeri itu. Mereka menyingkir ke lereng
Tengger dan menyebrang ke Pulau Bali.
5. Menjadi Pimpinan Para Wali
Diatas
tadi sudah kami sebutkan, bahwa Raden Paku atau Sunan Giri itu
mempunyai ilmu agama yang sangat dalam, ketimbang ilmu agama yang
dimiliki sunan atau wali lainnya. Sunan Giri sangat tegas, ajaran Islam
menurut Kanjeng Sunan Giri harus dilakukan secara murni, tanpa dicampur
aduk dengan ajaran-ajaran agama lainnya. Pendapat sunan giri ini
didukung oleh Sunan Ampel, Sunan Drajat, dan segenap murid-murid sunan
Giri sendiri. Pengikut sunan Giri disebut Islam Keputihan, yakni
mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadist.
Adapun
pihak yang lunak dengan adat – istiadat dan kepercayaan lama, maka
disebut Islam abangan. Dimana orang-orang jawa dulu sebelum Islam masuk
ke tanah Jawa, tiap ada orang meninggal diadakan pesta yang yang
bersikap lunak, acara pesta tersebut diganti dengan acara selamatan
bacaan tahlil, yang lazim disebut “Tahlilan”.
Padahal
menurut pendapat keputihan, tahlilan itu bukanlah ajaran yang
sebenarnya, sebaiknya kita tinggalkan. Kami mendukung abangan dalam
memperkenalkan ajaran Islam terhadap orang awam, namun setelah
mengetahui ajaran yang sebenarnya bukan ajaran yang sebenarnya bukan
ajaran Islam itu harus kita tinggalkan?
Suatu
hal lagi cara kaum abangan didalam memperkenalkan ajaran Islam terhadap
orang awam. Dimana ketika membangun masjid Demak Santri Keputihan dan
Abangan tidak berselisih.
Tapi
setelah masjid itu dan akan diadakan peresmian, santri Keputihan (Sunan
Giri) dan santri Abangan (Sunan Kalijaga) berselisih faham. Menurut
sunan Kalijaga peresmiannya akan diadakan tontonan wayang kulit. Bagi
orang yang mau nonton dan tiap orang mau masuk ke area, syaratnya harus
membaca kalimat Tauhid. Bila penonton sudah berkumpul, sebagai
pembukaannya mereka akan diberi ceramah agama dulu. Sementara cerita
wayangnya bernafaskan Islam.
Demikian sekilas perbedaan antara santri Abangan dan Santri Keputihan.
6. Sunan Giri Wafat
Sejak
Majapahit jatuh ke tangan Raden Fatah, Sunan Giri tetap tinggal sampai
tuanya. Beliau menekuni dunia pendidikan agama terhadap santri-santri
yang belajar ilmu agama di Pesantren.
Sampai
akhir hayatnya, Raden Paku (Sunan Giri) tetaplah merupakan pahlawan
Islam yang sangat diagungkan. Beliau merupakan orang yang banyak jasanya
dalam penyebaran agama Islam. Tepat pada hari senin bulan Dzulhijjah
beliau wafat. Jenazahnya dimakamkan di Gunung Giri. Kecamatan Keboma, Kabupaten Gresik. Sampai saat ini gunung Giri kelihatan megah, banyak orang berziarah ke sana dari penjuru kota dan desa.
Nama Giri dan Gresik tetap tersirat dalam benak seluruh bangsa Indonesia
dan tidak musnah di dalam catatan sejarah sebagai salah satu tempat
yang menganding kisah tersendiri. Tak lain adalah kisah Raden Paku alias
Sunan Giri. Semoga jasa-jasa beliau dalam menegakkan agama Islam
diterima di sisi Allah. Amien Yaa Robbal ‘Aalamien.
7. Keturunan Kanjeng Sunan Giri
Konon
menurut sejarah pesantren Giri berlangsung kurang lebih 200 tahun
lamanya, pengasuhnya dari anak cucu kanjeng Sunan Giri. Sedang jalur
keturunan kanjeng Sunan Giri menurut berbagai sumber berasal dari
Fatimah putrid Nabi Muhammad SAW yang bersuamikan Ali Bin Abi Thalib
karromahul Wajhah.
Inilah nasab Kanjeng Sunan Giri.
Nasab
Raden Paku (Sunan Giri) menurut suatu riwayat adalah sebagai berikut.
Beliau adalah putra Maulana Ishaq bin Jamluddin Jumadil Kubro Bin
Maulana Mahmuddin Kubro Bin Abdur Rahman Bin Abdullah Bin Zainal Kubro
Bin Zainal Alim bin Khusaind bin Fatimah Putri Nabi Muhammad SAW.
Bila
jalur keturunan Sunan Giri dari ibunya adalah Putra Syech Maulana Ishaq
dengan Dewi Sekardadu. Sedang Dewi Sekardadu putri Prabu Menak Sembuyu
putra Brawijaya (Brewirabumi) putra Prabu Hayam Wuruk Raja Majapahit
yang terkenal dengan Maha patih Gajah Mada.
Konon
menurut cerita, bahwa semua kerajaan Islam di kepulauan Nusantara ini
apabila dinobatkan seorang raja, memerlukan pengesahan dari Kanjeng
Sunan Giri. Hal tersebut menandakan besar pengaruh Sunan Giri terhadap
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara